Selasa, Agustus 07, 2007

Nuklir Untuk Rakyat


Oleh: Dina Y. Sulaeman

Isu nuklir Iran seolah tak ada habisnya. Ahmadinejad ber-”keras kepala”, Barat pun ngotot. Embargo sudah dilancarkan. Saling ancam pun sudah terjadi. Barat (baca: Amerika) mengancam akan menyerang Iran; Leader Iran, Ayatullah Khamenei pun bersuara keras, “Jika AS nekad menyerang Iran, semua kepentingan AS di seluruh dunia juga akan terancam.”

Bagaimana di dalam negeri Iran sendiri? Saat ini, di Iran justru berkembang hal yang kontra-produktif buat Amerika. Semakin deras desakan Amerika agar Iran menghentikan pengayaan uraniumnya, justru rakyatnya semakin bersemangat untuk mendukung pemerintahnya untuk meneruskan usaha nuklir tersebut. Inilah poin yang sangat menarik dari isu nuklir di Iran: kekompakan nasional. Ketika Presiden Iran Ahmadinejad untuk pertama kalinya mengumumkan secara resmi di Kota Mashhad (11/4/06) bahwa Iran berhasil memperkaya uranium sebesar 3,5 persen, Rafsanjani (yang nota bene, saingan berat Ahradinejad dalam pemilu) juga menyampaikan pengumuman serupa beberapa hari sebelumnya saat berkunjung ke Kuwait dan Suriah.

Hadad Adil, ketua parlemen, juga selalu menyelipkan topik nuklir damai Iran dalam berbagai lawatan ke luar negeri (dalam istilah DPR kita: studi banding) yang dilakukannya.

Sementara itu, di dalam negeri, sejak Ahmadinejad menjadi presiden, isu nuklir selalu saja menjadi salah satu topik dalam khutbah-khutbah Jumat dan dalam pidato presiden pada berbagai kunjungan kerjanya ke berbagai kota. Hampir semua channel televisi, dengan cara sendiri-sendiri, berusaha menjelaskan apa itu nuklir dan apa pentingnya nuklir bagi bangsa Iran, dengan cara yang sederhana. Sentimen nasionalisme dan keislaman sangat dikait-kaitkan daam hal ini. Frasa yang selalu diulang-ulang adalah, “energi nuklir adalah satu-satunya pilihan terbaik ketika minyak kita habis 25 tahun lagi”, “AS dan Barat rnenghalang-halangi kita untuk menguasai teknologi nuklir karena mereka tidak ingin ada bangsa muslim yang independen,” atau “mereka tahu pasti bahwa kita tidak bemiat membuat senjata, tapi terus menghembuskan isu itu karena mereka tidak ingin bangsa Iran maju di bidang nuklir.”

Sosialisasi masalah ‘pentingnya nuklir bagi bangsa Iran’ sedemikian gencar dilakukan sampai ke sekolah-sekolah dasar sekalipun. Bahkan anak saya, yang masih TK, sudah hapal dengan yel-yel ‘wajib’ dalam masalah ini: enerji-e haste-i, haq-e musallam-e mast (energi nuklir, hak kita yang pasti). (Tentu saja, dia bertanya-tanya, apa itu energi, apa itu nuklir, dan bahkan, apa itu hak?). Sepertinya, sosialisasi nuklir ini jawaban atas salah satu rekomendasi yang diberikan The Heritage Foundation kepada Gedung Putih, yaitu to rally international support, for Iran ‘s democratic opposition.

Berhasilnya sosialisasi nuklir membuat langkah pemerintah Iran untuk berkeras kepala di hadapan tekanan Barat dalam melanjutkan proyek nuklirnya, mendapat dukungan menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat. Tidak ada satu kelompok pun, bahkan orang-orang reformis, yang berani bersuara ‘tidak.’ terhadap nuklir, karena pendapat seperti itu adalah pendapat yang sangat tidak populer, dan bagi mereka yang berkarir di bidang politik, bisa berarti ‘bunuh diri’ karena tidak akan mendapat simpati rakyat. Orang-orang Tehran, yang biasanya paling keras mengkritik pemerintah, dalam polling justru 98 persennya mendukung langkah pemerintah dalam masalah nuklir. “Israel dibolehkan memiliki senjata nuklir, mengapa kami yang hanya ingin memanfaatkan teknologi nuklir untuk memproduksi listrik dihalang-halangi?” kata seorang mahasiswa berambut gondrong dan klimis tanpa cambang-penampilan yang biasanya diidentikkan dengan ‘ketidaksetiaan pada nilai revolusi’.

Dukungan yang sedemikian luas dari rakyat inilah yang membuat banyak analis Barat yang mengemukakan bahwa serangan militer AS ke Iran tidak akan efektif. Antara lain, seperti kata Flynt Leverett, analis Timur Tengah yang pernah bekerja untuk National Security Council pada pemerintahan Bush, “Serangan militer terhadap Iran akan membangkitkan semangat perlawanan bangsa Iran terhadap AS dan meningkatkan dukungan terhadap rezim (pemerintah Islam -pen).” (*)

(dimuat di koran Padang Ekspress)

Tidak ada komentar: